Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya buka suara perihal realisasi produksi minyak siap jual (lifting) pada 2023 ini yang masih belum mencapai target.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan hal tersebut terjadi lantaran dua hal. Pertama yakni kondisi sumur migas yang sudah berumur tua dan yang kedua adanya gangguan di fasilitas produksi.
“Memang pertama itu lapangan kita sudah tua, menurun tekanannya dan cadangannya pertama itu, dan kedua adalah fasilitas-fasilitas yang udah tua itu yang perlu diganti dulu sekarang,” kata Tutuka ditemui di Kantornya, dikutip Kamis (4/1/2024).
Lebih lanjut, Tutuka membeberkan gangguan produksi terjadi lantaran fasilitas produksi migas berupa pipa yang sudah berumur puluhan tahun. Kondisi tersebut rupanya sudah tidak layak untuk digunakan.
Ia mencontohkan fasilitas pipa yang berumur tua itu beberapa diantaranya berada di wilayah operasi anak usaha PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Misalnya, seperti di Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) dan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
“Sebagai contoh di OSES itu penggantian pipa, di ONWJ juga akan diganti seperti itu. Kalau itu udah bisa terjadi nanti kenaikan produksi bisa dilakukan dengan teknologi-teknologi yang lebih maju. Masalahnya masih di situ jadi kita perbaiki dulu fasilitas-fasilitas nya,” kata Tutuka.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat produksi minyak siap jual atau lifting minyak Indonesia hanya 607 ribu barel per hari (bph) pada 2023. Realisasi tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 660 ribu bph.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tak hanya target lifting minyak yang meleset, tapi juga lifting gas yang hanya 964 ribu barel oil equivalent per day (BOEPD) pada 2023. Angka itu di bawah target sebesar 1,1 juta BOEPD.
“Lifting minyak dan gas semua di bawah asumsi 2023 maupun realisasi 2022. Jadi kalau lihat lifting minyak 607 ribu barel lebih rendah dari asumsi 660 ribu bph dan realisasi 612 ribu bph (sepanjang 2022). Lifting gas 964 ribu BOEPD, lebih rendah dari asumsi 1,1 juta BOEPD,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, dikutip Rabu (2/1/2024).
Sementara, Sri Mulyani mengatakan harga minyak mentah dunia tercatat US$ 78,43 per barel pada 2023. Realisasi tersebut lebih rendah dari asumsi pemerintah yang ditetapkan sebesar US$ 90 per barel sepanjang 2023.
“Ini meski OPEC sudah memutus untuk mengurangi produksi, tapi karena lingkungan global melemah dan banyak muncul alternatif renewable tekanan jadi tidak mudah,” jelas Sri Mulyani. https://belahsamping.com/