Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah menciutnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2023, mengemuka pertanyaan di tengah-tengah publik dana yang digunakan pemerintah untuk menutup defisit anggaran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan bahwa defisit APBN 2023 hanya sebesar Rp 347,6 triliun. Jauh lebih rendah dari rancangan awal defisit APBN 2023 sebesar Rp 598,2 triliun dan turun 24,5% dari realisasi defisit 2022 sebesar Rp 460,4 triliun.
Dipicu oleh belanja negara yang terealisasi Rp 3.121,9 triliun, atau tumbuh 0,8% dibanding realisasi 2022 sebesar Rp 3.096,3 triliun, sedangkan pendapatan negara hanya Rp 2.774,3 triliun atau tumbuh 5,3% dari capaian 2022 sebesar Rp 2.635,8 triliun.
“Dibanding 2022 yang defisit Rp 460 triliun, ini jauh lebih rendah, jadi dari persentase GDP (gross domestic bruto) maupun nominal jauh lebih rendah,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN 2023, Rabu (3/1/2023).
Sri Mulyani pun menunjukkan keberhasilannya menekan defisit itu melalui akun instagramnya @smindrawati. Namun, dalam kolom komentar, muncul pertanyaan dari mana uang untuk menutupi defisit itu, sebagaimana disampaikan pengguna instagram @********saryono.
Pertanyaan itu sebetulnya juga bisa dipahami karena keseimbangan primer pada 2023 surplus setelah defisit sejak 2012. Keseimbangan primer APBN 2023 sebesar Rp 92,2 triliun. Keseimbangan primer menandakan pendapatan negara lebih tinggi dari belanja negara di luar pembayaran bunga utang.
Dikutip dari website djkn.kemenkeu.go.id, defisit anggaran ditutup melalui dua cara pembiayaan anggaran, yakni pembiayaan non utang dan utang. Terdiri dari penerimaan pembiayaan seperti berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, hingga penerimaan pinjaman.
Dalam APBN 2023, pembiayaan anggaran pun realisasinya mencapai Rp 359,6 triliun dengan SiLPA yang dibukukan senilai Rp 11,9 triliun. Pembiayaan anggaran itu didominasi oleh pembiayaan utang senilai Rp 407 triliun, sedangkan pembiayaan investasi minus Rp 90,1 triliun.
Dari jumlah realisasi pembiayaan utang itu, sebesar Rp308,7 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) Neto dan Rp98,2 triliun berasal dari pinjaman. Penerbitan SBN 2023 turun 53,1% dari realisasi 2022 senilai Rp 658,8 triliun, sedangkan pinjaman naik 164% dari Rp 37,2 triliun.
“Pembiayaan utang tadinya direncanakan Rp696,3 triliun (target APBN 2023), di dalam Perpres 75/2023 kita revisi ke bawah ke Rp421,2 triliun, realisasinya Rp407 triliun,” ungkap Sri Mulyani. https://berdasarkanapa.com/